A. Identitas novel
B. Kepenarangan
Abdoelmoeis adalah seorang penulis seorang penulis
dari Balai Pustaka, Abdoel moeis berasal dari Minangkabau, ayahnya adalah orang
Minang dan ibunya orang Sunda.
Setelah
menyelesaikan palajarannya di sekolah rendah Belanda di Bukittinggi, ia
melanjutkan plajaran di Stovia, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian ia
menjadi wartawan di Bandung.
Dengan
mengetangahkan tokoh Hanafi dalam roman Salah
Asuhan, Abdoel moeismengkritik sikap dan tingkah laku kaun borjuid yang
kebarat-baratan dan lupa daratan. Dalam roman tersebut, soal adat masih
disinggung-singgungnya, bahkan dikritiknya tajam sekali. Beberapa karya lain
yang berupa roman adalah Surapati, Robert
Anak Surapati, Dan Pertemuan Jodoh.
C. Sinopsis
Novel
Hanafi
adalah pemuda pribumi asal Minangkabau. Sesungguhnya, ia termasuk orang yang
sangat beruntung dapat bersekolah di Betawi sampai tamat HBS. Ibunya yang sudah
janda, memang berusaha agar anaknya tidak segan-segan menitipkan Hanafi pada
keluarga Belanda walaupun utnuk pembiayaannya ia harus meminta bantuan
mamaknya, Sutan Batuah. Setamat HBS, Hanafi kembali ke Solok dan bekerja
sebagai klerek di kantor Asisten Residen Solok. Tak lama kemudian, ia diangkat
menjadi komis.
Pendidikan
dan pergaulan yang serba Belanda, memungkikan Hanafi berhubungan erat dengan
Corrie De Busse, gadis Indo-Perancis. Hanafi kini merasa telah bebas dari
kungkungan tradisi dan adat negerinya. Sikap, pemikiran dan cara hidupnya juga
sudah kebarat-baratan. Tidaklah heran jika hubungannya dengan Corrie
ditafsirkan lain oleh Hanafi karena ia kini sudah bukan lagi sebagai orang
“inlander” (bangsa pribumi yang di jajah oleh Belanda). Oleh karena itu, ketika
Corrie datang ke Solok dalam rangka mengisi liburan sekolahnya, bukan main
senangnya hati Hanafi. Ia dapat berjumpa kembali dengan sahabat dekatnya.
Hanafi
mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara. Sikap Corrie terhadapnya juga
dianggap sebagai gayung bersambut kata terjawab. Maka, betapa terkejutnya
Hanafi ketika ia membaca surat dari Corrie. Corrir mengingatkan bahwa
perkawinan campuran bukan hanya tidak lazim untuk ukuran waktu itu, tetapi juga
akan mendatangkan berbagai masalah. “Timur tinggal timur, Barat tinggal Barat,
tak akan dapat ditumbuni jurang yang membatasi kedua bahagian itu” (lihat
halaman 59). Perasaan Corrie sendiri sebenarnya mengatakan lain. Namun, mengingat
dirinya yang Indo—dan dengan sendirinya prilaki dan sikap hidupnya juga
berpijak pada kebudayaan barat—serta Hanafi yang pribumi, yang tidak akan
begitu saja dapat melepaskan akar budaya leluhurnya.
Dalam
surat Corrie selanjutnya, ia meminta agar Hanafi mau memutuskan pertallian
hubnungannya itu. Surat itu membuat Hafani patah semangat. Ia pun kemudian
sakit. Ibunya berusaha menghibur agar anak satu-satunya itu, sehat kembali. Di
saat itu pula ibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah dengan Rapiah,
anak mamaknya. Sutan Batuah. Ibunya menerangkan bahwa segala biaya selama ia
bersekolah di Betawi tidak lain karena berkat uluran tangan mamaknya, Sutan
Batuah. Hanafi dapat mengerti dan ia menerima Rapiah sebagai istrinya.
Kehidupan
rumah tangga Hanafi dan Rapiah, rupanya tak berjalan mulus. Hanafi tidak merasa
bahagia, meskipun dari hasil perkawinannya dengan Rapiah, mereka dikaruniai
seorang anak laki-laki yang bernama Syafei. Hanafi beranggapan bahwa
penyebabnya adalah Rapiah. Rapiah kemudian menjadi tempat segala kemarahan
Hanafi. Meskipun Rapiah diperlakukan begitu oleh Hanafi, Rapiah tetap bersabar.
Suatu
ketika, setelah mendamprat Rapiah, ia duduk termenung seorang diri di kebun.
Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha menyadarkan kembali kelakukan anaknya
yang sudah lewat batas itu. Namun, Hanafi justru menanggapinya dengan cara
cemooh. Di saat yang sama, tiba-tiba seekor anjing gila menggigit tangan
Hanafi.
Dokter
segera memeriksa gititan anjing gila pada tangan Hanafi. Dokter menyarankan
agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu sangat menyenangkan hatinya.
Sebab, bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu sekaligus memberi kesempatan
kepada untuk bertemu dengan Corrie.
Suatu
peristiwa yang sangat kebetulan terjadi. Dalam suatu kecelakaan yang dialami
Corrie, Hanfi yang sedang berada di Betawi, justru menjadi penolong Corrie.
Pertemuan itu sangat menggembirakan keduanya. Corrie yang sudah ditinggal
ayahnya, mulai menyadari bahwa sebenarnya bahwa ia memerlukan sahabat.
Pertemuan itu telah membuat Hanafi mengambil suatu keputusan. Ia bermaksud
tetap tinggal di Betawi, Untuk itu, ia telah pula mengurus kepindahan
pekerjaannya. Setelah itu, ia mengurus surat persamaan hak sebagai bangsa
Eropa. Dengan demikian, terbukalah jalan untuk segera menceraikan Rapiah,
sekaligus meluruskan jalan baginya untuk mengawini Corrie.
Semua
rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru Corrie yang menghadapi
berbagai persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan Hanafi mendapat antipati dari
teman-teman sebangsanya. Akhirnya, dengan cara diam-diam mereka melangsungkan
pernikahan.
Sementara
itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat yang dikirim Hanafi, tetap tinggal
di Solok bersama anaknya, Syafei, dan ibu Hanafi.
Adapun
kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah seindah yang mereka
bayangkan. Teman-teman mereka yang mengetahui perkawinan itu, mulai menjauhi.
Di satu pihak menggapnya Hanafi besar kepala dan angkuh, tidak menghargai
bangsanya sendiri. Di lain pikah, ia menganggap Corrie telah menjauhkan diri dari
pergaulan dan kehidupan Barat. Jadi, keduanya tidak lagi mempunyai status yang
jelas, tidak ke Barat tidak juga ke Timur. Inilah awal malapetaka dalam
kehidupan rumah tangga mereka.
Kehidupan
rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api nera dunia. Corrie yang semua
supel dan lincah, kini menjadi nyonya pendiam. Kemudian Hanafi, kembali menjadi
suami yang kasar dan bengis, bahkan Hanafi selalu diluputi perasaan curiga dan
selalu berprasangka buruk, lebih-lebih lagi Corrie sering dikunjungi Tante Lien,
soerang mucikari.
Puncak
bara api itu pun terjadi. Tanda diselidiki terlebih dahulu, Hanafi telah
menuduh istrinya berbuat serong, tentu sajaa, Corrie tidak mau dituduh dan
diperlakukan sekehendak hati suaminya. Maka, dengan ketepatan hati, Corrie
minta diceraikan. “Sekarang kita bercerai, buat seumur hidup…. Bagiku tidak
menjadi kepentingan, karena aku tidak sudi menjadi istri lagi dan habis
perkara” (lihat halaman 183). Setelah itu, Corrie meninggalkan Betawi dan
berangkat ke Semarang. Ia bekerja di sebuah panti asuhan.
Segala
kejadian itu membuat Hanafi menyadari bahwa sebenarnya istrinya tidak bersalah.
Ia menyesal dan mencora menyusul Corrie. Namun, sia-sia. Corrie tetap pada
pendiriannya. Perasaan berdosa makin menambah beban penderitaan Hanafi, ditambah
lagi, teman-temannya makin menjauhi. Hanfi dipandang sebagai seorang suami yang
kejam dan tidak bertanggung jawab. Dalam keadaan demikian, barulah ia menyesal
sejadi-jadinya. Ia juga ingat kepada ibu, istri, dan anaknya di Solok.
Akibat
tekanan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada saat itu datang
seorang temannya yang mengatakan tentang pandangan orang terhadapnya. Ia sadar
dan menyesal. Ia kembali bermaksud minta maaf kepada Corrie dan mengajaknya
rujuk kembali. Ia pergi ke Semarang, namun rupanya, pertemuamnnya dengan Corrie
di Semarangan merupakan pertemuan terkahir. Corrie terserang penyakit kolera
yang kronis. Sebelum mengehembuskan nafasnya yang terakhir, Corrie bersedia
memaafkan kesalahan Hanafi. Perasaan menyesal dan berdosa tetap membuat Hanafi
sangat menderita. Batinnya goncang, ia pun jatuh sakit.
Setelah sembuh Hanafi bermaksud
pulang ke kampungnya. Ia ingin minta maaf kepada ibunya dan Rapiah, istrinya.
Di samping itu ia juga ingin melihat keadaan anaknya sekarang. Ia berharap agar
anaknua kelak tidak mengikuti jejak ayahnya yang sesat. Dengan kebulatan
hatinya, berangkatlah Hanafi kembali tanah kelahirannya.
D. Tema, "Pertentangan antara budaya Barat dengan budaya Timur"
E. Unsur
Instrinsik
A. Tokoh
1.
Hanafi
wataknya kasar, “ Hai Buyung! Antarkan anak itu dahulu kebelakang!” kata
Hanafi dengan
suara bengis dari jauh.”
2.
Corrie
: wataknya baik, “O, sigaret tante boleh habiskan satu dos. Sudah tentu enak, ayoh
coba!”
3.
Rapiah,
wataknya sabar , “Rapiah tunduk, tidak
menyahut, airmatanya saja
berhamburan.
Syafei, dalam dukungan ibunya yang tadinya menangis keras, lalu mengganti
tangisnya dengan beriba-iba. Seakan-akan tahulah anak kecil itu, bahwa ibunya
yang tdak berdaya, sedang menempuh azab dunia dan menanggung aib di muka-muka
orang.”
4. Ibu
Hanafi, wataknya penyayang, “ saat Hanadi
pergi ke Betawi, Rapiah tetap tinggal bersama ibu Hanafi. Sesungguhnya besar
niat ibu, supaya Rapiah dan Hanafi jangan bercerai-cerai seumur hidup.”
5.
Mina watak
Ceria, “saat ia dilempar sandal, Mina
tidak menantikan barang itu sapai ketubuhnya, dan ia berlari sambil
tertawa-tawa.”
B.
Latar
1.
Lapangan tennis
“Tempat bermain tennis, yang dilindungi oleh pohon-pohon kelepa
disekitarnya,
masih sunyi”
2. Koto
Anau
“Sesungguhnya ibunya orang kampung, dan selamanya tinggal di
kampung saja,
tapi sebabkasihan kepada anak, ditinggalkannyalah rumah
gedang di Koto Anau,
dan tinggallah ia bersma-sama dengan Hanafi di Solok.”
3. Betawi
“Dari kecil Hanafi sudah di sekolahkan di Betawi”
4. Semarang
“Pada keesokan harinya Hanafi sudah datang pula ke rumah
tumpangan itu, dan
bukan buatan sedih hatinya, demikian mendengar bahwa Corrie
sudah berangkat.
Seketika itu ia berkata hendak menurutkan ke Semarang.”
C.
Alur
Maju, “ pengarang menceritakan dari masa kemasa”
D.
Amanat
1. Janganlah melupakan
budaya sendiri.
2. Janganlah
memaksakan kehendak sendiri.
E.
Gaya bahasa
Bahasa
Melayu
F. Unsur
Ekstrinsik
Nilai
1. Nilai
Agama, “ Hanafi memandang dengan sedih
kepada ibunya dan mengucapkan “Lailahaillallah.MuhammadarRasulullah.”
2. Nilai Moral, “Di tanah Arab perempuan menutup badan sampai muka, tapi ditanah Amerika banyak benar kota-kota ramai di pantai tempat nyonya dan tuan-tuan berkeluaran saja memakai baju renang, sampai ke rumah-rumah minum.”
2. Nilai Moral, “Di tanah Arab perempuan menutup badan sampai muka, tapi ditanah Amerika banyak benar kota-kota ramai di pantai tempat nyonya dan tuan-tuan berkeluaran saja memakai baju renang, sampai ke rumah-rumah minum.”
G. Kekurangan, “menggunakan bahasa melayu, sehingga susah untuk dimengerti oleh pembaca.”
C. Kelebihan, “Novel ini meceritakan seorang pemuda Minangkabau yang kebarat-baratan, sehingga ceritanya sangat menarik. Didalam ceritanya memiliki banyak amanat, nilai moral dan sangat cocok dibaca oleh kalangan remaja hingga dewasa.”
D. Kesimpulan, “kita boleh saja mempunyai pendidikan tinggi, akan teptapi kita tidak boleh meninggalkan budaya bangsa sendiri.”
C. Kelebihan, “Novel ini meceritakan seorang pemuda Minangkabau yang kebarat-baratan, sehingga ceritanya sangat menarik. Didalam ceritanya memiliki banyak amanat, nilai moral dan sangat cocok dibaca oleh kalangan remaja hingga dewasa.”
D. Kesimpulan, “kita boleh saja mempunyai pendidikan tinggi, akan teptapi kita tidak boleh meninggalkan budaya bangsa sendiri.”
Post a Comment